Fact-checking During The Pandemic

Kemunculan internet mengubah sebaran informasi pertama kalinya dalam sejarah. Informasi yg kita dapat sangatlah banyak dan cepat dibanding yang bisa kita konsumsi. Informasi di media online itu bisa ditulis oleh siapapun, semua bisa menjadi penulis. 

Sayangnya dengan kemudahan membagikan informasi ini, tidak semua orang memberikan informasi yang benar, melainkan yang berbau hoaks. Informasi yang tidak benar ini bisa berdampak keresahan di masyarakat.

Hoaks dan misinformasi banyak menyebar di dunia maya. Jumlahnya semakin banyak di tengah Covid-19 yang menjadi pandemi global. Kebanyakan misinformasi terkait Covid-19 adalah terkait keamanan masyarakat, contohnya keamanan imunisasi vaksin Covid-19. Tapi karena semakin banyaknya informasi yang ada, munculah semakin banyak lack of genuine truthful information terkait covid-19.

Syed Nazakat, CEO of DataLEADS, dari India menjelaskan iisinformasi dan disinformasi bisa terjadi karena kesalahan kemudian disebarkan (mis) dan bisa juga disengaja (dis). Menurutnya, kalau tidak ada informasi literasi, tidak bisa membedakan fakta dan opini  dan bakal menimbulkan bias informasi, tergantung pada kepercayaan masing-masing orang.

“Oleh karena itu perlu dilakukan fact-checking, dan kini fact-checking semakin mainstream di dunia,” ujar Syed Nazakat.

Di Indonesia, Chairman Presidium of MAFINDO, Septiaji Eko, mengatakan hoaks banyak bermunculan pada tahun 2022. Menurut turnbackhoax.id, jumlahnya mencapai 2.298.

“Bukan hanya tentang angka hoaks yang banya, tetapi juga impac-nya. Apalagi berita hoaks soal Covid-19 menjadi tantangan besar,” kata Eko.

Sementara itu, Celine Samson, Head of Digital Fact-checking of VERA Files Online, asal Filipina mengatakan hoaks soal politik di Filipina mengungguli hoaks soal Covid-19 pada 2022. Dia menjelaskan ada 61% hoaks soal covid-19 dan 64% soal politik.

“Pada 2022 ini memang kebetulan di Filipina sedang ada pemilu presidensial,” ucap Celine.

Menurut para narasumber, kini semakin banyak media yang ikut berfokus pada cek fakta. Selain itu, keterampilan dan pengetahuan memeriksa fakta juga perlu dilakukan dengan berkolaborasi dengan pihak lain, seperti institusi pemerintah dan universitas.

“Masyarakat juga perlu mempelajari tools fact-checking. Oleh karen itu, diperlukan untuk mempelajari dasar-dasar cek-fakta,” jelas Eko.

Bagikan Artikel Ini :

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn

Instagram